Minggu, 26 Oktober 2008

Keburukan system Kapitalisme Part 1: Bunga Bank

Beberapa hari ini gw dapet telepon yang menawarkan gw pekerjaan untuk jadi broker saham di gedung BEJ. Iming-iming yang ditawarkan sangat menggiurkan memang, tapi dengan kesadaran penuh dan tanpa ragu-ragu, gw tolak tawaran itu. Menurut pemahaman gw yang dangkal, gw mengira bahwa system jual-beli saham dan valas tuh termasuk riba. Gw ga dapet pemahaman ini dari guru agama, belajar otodidak aja, dan mengandalkan penalaran logis gw. Setelah kejadian itu gw makin penasaran dan akhirnya mempertanyakan pemikiran gw mengenai system ini. Soalnya, karena asumsi gw itu, gw udah nolak kesempatan besar di depan mata. Iya kalo bener, kalo salah khan saying. Hehehe. Jadi, bener ga sich jual beli saham dan valas tuh termasuk riba?

Solusi paling mudah dan murah untuk mencari informasi adalah internet. Tanya aja sama bang Google, pasti semua pertanyaan kejawab. Hehehe. Cara ini lah yang gw lakukan, tapi jawaban yang diberikan oleh bang Google, jauh melebihi harapan gw. Dari pelajaran mengenai riba, yang cuma ngulang apa yang gw dapet di sekolah, gw dikejutkan akibat yang disebabkan oleh berlakunya system riba ini. System sederhana semacem riba, udah disulap jadi sebuah system ekonomi yang dipakai oleh hampir seluruh Negara didunia. Riba berkembang menjadi system ekonomi kapitalisme yang sebenarnya mengandung ancaman mengerikan. Bahkan terdapat ajang pembodohan massal di dalamnya. Parah, gw ga abis pikir kenapa system ekonomi macem ini berlaku sampai sekarang, bahkan di Negara ini. Sial, kenapa gw baru sadar sekarang.

Oke, gw ga mau bikin yang baca tulisan gw ini makin antipati sama pernyataan gw yang tergolong sinis tadi. Mungkin sebagian besar dari yang baca tulisan ini, ga tahu alesan gw ngomong gini, bahkan mungkin ga tahu apa yang sebenernya gw omongin. Baiklah, gw akan berusaha menerangkan sejauh pemahaman yang gw punya. Pertama, kita ngomongin riba. Buat yang beragama islam, (sori ga bermaksud SARA) pasti udah tahu soal hal ini karena dapet di pelajaran agama, kalo ga salah pas kelas lima. Ga tahu deh kalau sekarang kurikulum udah berubah. Menurut pelajaran agama tersebut, riba adalah sebuah system pengembangbiakan uang tanpa usaha, dan bersifat memaksa. Contoh yang paling sering dipakai adalah soal rentenir. Yaitu proses peminjaman uang dengan bunga yang besar pada saat pengembalian, yang biasanya disertai ancaman dan pemaksaan untuk mengembalikan pinjaman tersebut. Hal ini diharamkan oleh islam karena sangat merugikan. Kalau dari penjelasan sederhana ini, gw yakin semua orang pasti sepakat, bahkan yang bukan beragama islam sekalipun.

Tapi penjelasan mengenai riba ini sebenarnya dipersempit. Sebelumnya gw mau ngasih tahu, ajaran mengenai riba ini ternyata tidak hanya ada di agama islam. Dalam ajaran dua agama samawi besar lainnya, yaitu Yahudi dan Kristen, riba juga terdapat di dalam kitab sucinya, dan juga dilarang. Menurut konteks aslinya, ketiga agama ini mempunyai pengertian yang sama mengenai riba. Dan ternyata yang dinamakan riba tidak sesederhana itu. Bahkan bunga Bank dan jual beli saham serta valas juga termasuk riba.

Jadi, yang dimaksud dengan riba tidak hanya proses renten, tapi pembungaan uang dengan cara apapun adalah termasuk riba. Istilah ekonominya money makes money, uang yang menghasilkan uang, tanpa ada usaha. Baik melalui proses peminjaman yang pengembaliannya melebihi jumlah yang dipinjam, maupun dalam konteks perdagangan. Dalam hal ini contohnya adalah jual beli saham dan valas. Syarat terjadinya riba adalah sifatnya yang merugikan. Biasanya yang dirugikan adalah pihak peminjam (yang tidak mempunyai uang). Syarat ini lah yang dijadikan landasan MUI pada waktu itu memperbolehkan diberlakukannya bunga Bank dan jual beli saham dan valas. Karena mereka menganggap bunga Bank dan jual beli saham tidak merugikan. Melihat dari latar belakang pendidikan para ulama yang duduk di MUI, wajar aja mereka memperbolehkan berlakunya bunga bank dan jual beli saham dan valas, karena mereka tidak terlalu mengerti kerugian yang dapat disebabkan system ini. Padahal dengan logika berpikir awam pun bisa ketahuan sifat yang merugikan dari bunga Bank dan jual beli saham dan valas.

Bahasan ini berlanjut kepada masalah mengenai bunga Bank. Mungkin bagi kita yang menabungkan uang di Bank ga akan terlalu mempermasalahkan apakah hal ini baik atau buruk, karena bunga Bank itu menguntungkan. Lha wong dapet uang tanpa usaha, siapa yang ga mau? Tapi kalau kita mau berpikir lebih jauh, seharusnya kita perlu mempertanyakan kembali kok bisa uang kita yang seharusnya jumlah nya tetap, dengan kita taruh di Bank bisa menjadi bertambah. Padahal seharusnya kita memberikan sejumlah uang kepada pihak Bank karena telah menyimpankan uang kita dengan aman. Sebagai imbal jasa mereka yang telah menjaga uang kita tersebut. Tapi, kenapa malah kita yang diberikan imbalan karena menaruh uang kita di Bank tersebut.

Uang yang kita simpan di Bank, pastinya ga cuma ditaruh begitu saja di dalam gudang uang mereka. Uang ini akan mereka putarkan, dengan cara meminjamkan uang tersebut kepada pihak lain, baik kepada Negara (dengan cara membeli Surat Utang Negara misalnya) atau kepada perusahaan maupun perseorangan. Nah, pada proses pemutaran uang inilah Bank berusaha menghasilkan keuntungan. Uang yang dipinjamkan tersebut mereka kenakan bungan pinjaman. Dari sini syarat pertama riba terpenuhi, yaitu proses pembiakan uang tanpa usaha (money makes money). Sebelum dapat dikatakan riba, proses ini harus memenuhi syarat yang kedua yaitu merugikan. Disinilah biasanya perdebatan terjadi. Banyak yang menganggap adanya bunga adalah hal yang wajar, uang yang dipinjamkan diasumsikan dan bahkan diharuskan untuk memulai sebuah usaha yang menghasilkan uang pula, jadi wajar kalau ada bunga. Tapi, saya meminta kepada anda semua untuk menggunakan hati nurani untuk menilai hal ini. Coba pikirkan baik-baik, apakah adil bahwa hanya karena kita memiliki sejumlah uang, kita mendapatkan keuntungan dari jerih payah orang lain. Apakah hal ini dapat dikatakan wajar dan tidak merugikan. Buat gw, hal ini sangatlah tidak wajar, tidak adil dan sangat merugikan. Biarpun gw orang yang ga dapat dikatakan religius, tapi gw ga mau makan hasil dan jerih payah orang lain. Itu bukan hak gw, tapi hak mereka. Soal penilaian masing-masing orang, gw kembalikan lagi kepada diri kalian masing-masing.

Penjelasan di atas adalah penjelasan berdasarkan prinsip mikro ekonomi. Di paragraph ini gw mau mencoba menerangkan dalam paradigma makro ekonomi mengenai keburukan system bunga Bank. Sebelumnya, kita ambil contoh konkret, di Negara kita ini hanya ada satu Bank yang berhak mengeluaran uang yaitu Bank Indonesia. Misalkan pada satu tahun BI mengeluarkan uang sejumlah 1juta rupiah, dengan asumsi belum ada uang yang dicetak sebelumnya dan tidak ada pencetakan uang lagi selanjutnya. Lalu BI mulai meyebarkan uang kepada masyarakat, dengan cara meminjamkan, baik kepada bidang usaha Negara, perusahaan maupun perorangan dengan bunga misalkan 10%. Berarti dalam satu tahun berjalan jumlah uang yang harus kembali kepada BI berjumlah 1juta 100 ribu. Ingat kita andaikan BI hanya mencetak uang tidak lebih dari 1 juta dalam 1 tahun itu, dan kita andaikan tidak ada uang sebelum maupun sesudah uang itu dicetak, berarti jumlah uang yang beredar hanya sejumlah 1 juta. Lalu darimana uang 100 ribu berasal? Padahal BI harus dan akan menagih kepada peminjam uang tersebut sejumlah 1 juta 100 ribu. Tapi gw coba Tanya sekali lagi, darimana uang yang 100 didapatkan? Dari penjelasan sederhana ini bisa kelihatankan keburukan dari system bunga Bank.

Uang yang 100 ribu itu tidak akan ada karena memang tidak ada. Tapi dengan penekanan uang sejumlah tersebut harus kembali, maka setiap pihak yang meminjam uang tersebut akan berupaya keras untuk mengembalikan. Dengan sebuah konsekuensi logis dimana satu pihak akan mampu mengembalikan tapi ada pihak lain yang tidak akan sanggup mengembalikan uang tersebut walaupun dia sudah melakukan berbagai macam cara. Karena uang yang berusaha dicarinya itu memang tidak ada. Akibatnya adalah, pihak yang kalah ini akan menyerahkan asset yang dimilikinya sebagai konsekuensi pengembalian pinjaman. Dan hal ini akan terus berlanjut layaknya lingkaran setan, menghabisi pihak-pihak lain yang meminjam uang tersebut. Mungkin pada saat ini pihak tersebut menang, tapi suatu saat dia juga akan merasakan berada di pihak yang kalah. Assetnya pun akan kembali jatuh ke tangan pemilik uang. Sudah makin jelaskan kalau system ini memang merugikan.

Gw cukupkan tulisan bagian pertama ini pada bahasan mengenai bunga Bank. pada tulisan gw selanjutnya gw akan membahas mengenai praktek riba dalam perdagangan, yaitu jual beli saham dan valas. di bagian ketiga tulisan akan membahas mengenai sistem ekonomi kapitalisme, yang merupakan pengembangan sistem riba dalam dunia perekonomian global. terpaksa tulisan ini gw bagi menjadi beberapa bagian, dengan tujuan biar pembaca tidak bosan. males juga khan baca tulisan yang kepanjangan. hehehe

Melalui tulisan ini gw ga bermaksud menyebarkan sentimen antar agama, juga ga mau memaksakan berlakunya sistem islam di negara ini. gw cuma mau berbagi sedikit pemahaman sama teman-teman sekalian. Semoga kita dapat melihat nilai positif dari ajaran agama dan ada baiknya kalau kita praktekkan, lebih baik lagi kalau kita bisa menerapkan nilai-nilai baik tersebut tanpa melepaskan konteks latar belakang budaya kita. seperti yang sudah dilakukan oleh salah satu bapak pendiri bangsa kita yaitu Moh. Hatta. Beliau sudah membuat sebuah sistem berlandaskan nilai-nilai positif dari agama yang dianutnya, tanpa menafikkan latar belakang budaya kita sebagai bangsa Indonesia. Sistem ekonomi koperasi lah hasil dari buah pemikiran beliau yang brilian. Mengenai sistem koperasi ini akan gw bahas dibagian keempat, juga bagian terakhir dari tulisan gw yang panjang ini. semoga teman-teman berkenan. selamat merenungi bagian pertama ini, dan gw harap semua sabar menantikan bagian selanjutnya dari tulisan gw ^_^

Wassalam

MERDEKA!

Sabtu, 25 Oktober 2008

LPJ TNB angkatan 23

Hari ini, jam segini, saat ini, gw lagi terjebak di sebuah acara yg bernama Laporan Pertanggung Jawaban Ekstrakurikuler Pecinta Alam SMUN 39 TRINAWA BHUWANA angkatan 23.

ga sangka, kemampuan berorganisasi angkatan 23 udah jauh melebihi ekspektasi dan kemampuan angkatan gw (angkatan 17), 6 tahun lalu.

gw ga tau knp bisa kaya gini. padahal setau gw, ga mungkin mereka dapet kemampuan ini dari angkatan gw. gw tau banget dah, kemampuan berorganisasi angkatan gw 6 tahun yg lalu gw rasa g lebih baik dari mereka.

salut, bangga, berterima kasih dan bersyukur dengan keadaan ini ^_^

Selasa, 21 Oktober 2008

Tidak Memilih Juga Merupakan Pilihan

Sebagian besar orang yang gw tanya pendapatnya soal PEMIRA BEM UI mengatakan kalo PEMIRA BEM UI ga ada manfaatnya buat mereka, sehingga mereka tidak menggunakan hak pilihnya. Oleh karena itu gw membuat jajak pendapat ini dengan harapan mengetahui kondisi sebenarnya bagaimana.
Tapi, pendapat bahwa PEMIRA tidak bermanfaat, sedikit mengusik pemikiran gw. Kenapa pendapat ini bisa timbul? Masalah apa yang sebenarnya melatarbelakangi munculnya pendapat ini? Jawabannya akan gw ketahui segera setelah jajak pendapat ini selesai gw lakukan.

Tapi, disini gw mencoba berbagi sedikit pemahaman tentang pentingnya PEMIRA BEM UI, sebuah ajang suksesi kepemimpinan BEM UI periode setahun kedepan. Sebuah momentum penting yang seharusnya semarak mengingat masa depan kegiatan kemahasiswaan UI berada di tangan BEM UI. Jangan salah mengartikan keberadaan dan kebermanfaatan BEM UI periode sekarang akan berlaku sama untuk seterusnya. Periode masa jabatan BEM UI hanya setahun, dan tiap tahun berganti ketua dan kepengurusannya, mengakibatkan bergantinya kebijakan yang diambil oleh BEM UI, terutama masalah pelayanan terhadap mahasiswa.

Keberadaan BEM UI cukup penting terutama menyangkut pembelaan dan pelayanan kemahasiswaan. Contoh yang bisa gw berikan disini adalah masalah BOP. Berlakunya sistem BOP yang sekarang adalah berkat peran dari BEM UI. BEM UI periode 2008 mengajukan sebuah konsep baru yang dinamakan BOP berkeadilan. Hasilnya seperti yang sekarang kita rasakan. Terlepas dari baik atau buruknya sistem BOP berkeadilan ini, yang perlu digarisbawahi adalah peran BEM UI yang ternyata cukup signifikan untuk mempengaruhi kebijakan yang dibuat oleh rektorat.

Nah, masalahnya adalah sejauh mana kebijakan BEM UI dapat menyalurkan dan melayani keinginan mahasiswa. Semua itu tergantung kepada kita sebagai pemilih. Kalau yang kita pilih adalah ketua BEM yang tidak memihak kepada kepentingan mahasiswa, maka jangan salahkan kalau kedepannya pelayanan terhadap kita tidak maksimal atau bahkan tidak ada sama sekali. Apalagi kalau kita tidak memilih, konsekuensinya adalah jangan pernah menyalahkan BEM UI atas semua keputusan yang dibuatnya. Kita tidak punya hak untuk menuntut hal itu. Karena bukan suara kita yang tidak memilih yang diwakili oleh BEM UI.

Seharusnya kita sebagai mahasiswa dapat memahami masalah sederhana semacam ini. Tapi, semua dikembalikan kepada pribadi kita masing-masing. Pilihlah orang yang kita rasa mewakili aspirasi kita semua. Bila tidak ada yang memenuhi kriteria, saran dari saya jangan juga tidak menggunakan hak pilih kita, karena itu hanya menjadi legitimasi BEM UI yang terpilih nantinya. Gunakan hak suara kita, bahkan untuk abstain sekalipun. Pernyataan sikap kita dengan menggunakan hak pilih kita, adalah tanda kepedulian dan pemikiran kritis kita sebagai mahasiswa. Yang akhirnya, manfaatnya akan kita rasakan bersama.

Memang, tidak memilih juga merupakan pilihan. Tapi tidak memilih dengan cara abstain dan dengan tidak menggunakan hak pilih kita adalah dua cara yang berbeda. Cara yang pertama merupakan cara yang seharusnya kita lakukan. Karena kita adalah mahasiswa, UI pula. Mahasiswa UI terkenal dengan tingkat kepedulian yang tinggi dan pemikiran kritis yang tidak diragukan lagi. Bukan begitu bukan?!