Rabu, 19 November 2008

Jawaban terfavorit kandidat calon Ketua BEM F. Psikologi UI pada saat Deboks “Akhyar vs PsyCamp”

Tulisan ini terinspirasi oleh tulisan saudara Dion tentang Debat dan Eksploring kandidat pasangan calon Ketua BEM F. Psikologi UI. Di tulisan tersebut dion menanyakan tentang apakah ada pertanyaan, jawaban, dan atau tanggapan terfavorit dari jalannya acara Debat Kandidat dan Eksploring Pasangan (Deboks) Calon Ketua Bem F. Psikologi UI. Yang terlintas di pikiran saya adalah jawaban saudara Akhyar (Kandidat No.1) terhadap pertanyaan saudari Edina ’06 soal tanggapan para kandidat terhadap salah satu acara besar BEM yaitu Psycamp.

Jawaban yang dilontarkan Akhyar membuat kening saya berkerut. Dari jawaban yang Akhyar berikan saya menyimpulkan bahwa :

1. Akhyar tidak tahu acara PsyCamp itu seperti apa. Wajar saja karena mungkin dia tidak pernah ikut. Tidak bisa disalahkan kalau dia tidak mencalonkan diri jadi Ketua Bem F. Psikologi UI. Tapi, karerna dia berniat untuk maju jadi Calon Ketua BEM F. Psikologi UI, tentu lain ceritanya.
2. Akhyar sudah mempunyai asumsi bahwa PsyCamp tidak/ mungkin tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dia anut. (Disinilah masalah utamanya)
3. PsyCamp bukanlah acara yang nantinya akan tetap dilaksanakan bila dia terpilih menjadi Ketua BEM F. Psikologi UI.

Agar tidak menimbulkan buruk sangka terhadap penafsiran saya dan isi dari tulisan ini, saya berusaha untuk menuliskan pertanyaan dan jawaban yang jadi bahan pembicarann pada tulisan ini. Jadi, teman-teman yang tidak sempat menyaksikan Deboks bisa mengetahui dan membuat pendapat yang objektif. Seperti ini kira-kira :

Edina : Bagaimana pandangan para kandidat terhadap acara PsyCamp :
Akhyar : Jika sebuah acara BEM (dalam hal ini PsyCamp) memiliki (mencerminkan) nilai-nilai yang saya anut, maka saya akan melaksanakan (membuat) acara tersebut. Tapi bila tidak, maka acara tersebut tidak perlu dilaksanakan.

Begitulah kira-kira cuplikan salah satu adegan pada acara Debat dan Eksploring kandidat pasangan calon Ketua BEM f. Psikologi UI yang berlangsung pada Hari Selasa, tanggal 18 November 2008 sekira pukul 19:30 WIBE. (Waktu Indonesia Bagian Esia ^_^). Dari jawaban saudara Akhyar tersebut, saya menyimpulkan bahwa sebenarnya saudara Akhyar tidak mengetahui bentuk dan isi acara PsyCamp seperti apa. Dan Akhyar memiliki asumsi bahwa acara Psycamp tidak/ mungkin tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dia anut. Sebenarnya saya ingin menanyakan lebih jauh tentang hal ini. Tapi saya memberikan kesempatan kepada teman-teman yang lain untuk bertanya terlebih dahulu. Lalu, Dion mengajukan pertanyaan yang kebetulan hampir sama dengan saya. Seperti ini cuplikannya :

Dion : Saya ingin menanyakan kepada saudara Akhyar, sebenarnya nilai-nilai yang anda anut itu seperti apa?
Akhyar : Nilai-nilai yang saya anut ada tiga. Pertama Tauhid. Yang dimaksud dengan Tauhid adalah nilai-nilai ketuhanan (redaksional ini sudah disadur menurut pemahaman penulis). Kedua adalah nilai-nilai kemanusiaan. Dan yang ketiga adalah demokrasi. Bila sebuah acara tidak mencerminkan ketiga nilai ini, maka acara tersebut tidak akan saya laksanakan.
Dion : Hanya dua kata. Tidak dan Konkret. Tidak Konkret.

Melihat adegan barusan, saya kembali mengerutkan kening. Bila mengikuti hukum Silogisme, maka kesimpulan yang saya miliki adalah, Akhyar mengangap bahwa Psycamp tidak/ mungkin tidak sesuai dengan nilai-nilai Tauhid, Kemanusiaan dan Demokrasi. Sebuah kesimpulan yang memancing keinginan saya untuk menanyakan lebih jauh mengenai masalah ini. Sayangnya, saya memiliki sebuah kewajiban yang lebih penting untuk dilaksanakan. Maka dengan hati masih gelisah, saya meninggalkan tempat kejadian perkara. Dengan harapan, bila kewajiban saya terssebut sudah selesai saya laksanakan, maka saya akan kembali lagi untuk menanyakan kembali mengenai masalah ini. Sayangnya, Deboks sudah berakhir saat saya sudah selesai melaksanakan kewajiban saya tersebut. Walhasil, sampai dengan saat tulisan ini diturunkan, saya masih menyimpan sebuah pertanyaan besar. Semoga dengan tulisan ini, kegelisahan saya dapat tersalurkan. Alangkah lebih baik lagi bila saya mendapatkan klarifikasi dari pihak bersangkutan.

Maaf, saya tidak bermaksud untuk mendiskreditkan saudara Akhyar dengan tulisan ini. Saya hanya berusaha untuk menyampaikan pendapat mengenai persoalan ini. Karena menurut saya, ini adalah masalah penting. Masalah yang menguasai hajat hidup orang banyak, termasuk saya. Dan tidak saya pungkiri, mungkin saya adalah pihak yang merasa paling berkepentingan dalam masalah ini.

Yang berbicara mengenai Psycamp tadi adalah calon orang nomor satu di lembaga kemahasiswaan F. psikologi UI. Yang kemungkinan perkataannya akan didengar dan bahkan diamini oleh teman-teman yang lain. Bayangkan bila teman-teman yang belum pernah ikut Psycamp mendengar jawaban ini dan memiliki asumsi yang sama dengan saya. Bahwa menurut Akhyar, Psycamp tidak/ mungkin tidak sesuai dengan ketiga nilai tadi. Ada kemungkinan akan timbul keraguan dalam hati teman-teman tentang bentuk dan isi dari acara Psycamp. Akibatnya adalah Psycamp akan sepi peminat. Saya sebagai seorang yang menggandrungi acara Psycamp tentu akan kecewa.

Sekedar pemberitahuan dan pendapat saya menanggapi pernyataan saudara Akhyar. Pertama soal nilai ke-Tauhid-an. Dalam acara Psycamp, diberikan kesempatan kepada teman-teman untuk melaksanakan kewajiban untuk menyembah Tuhan. Terutama bagi teman-teman yang beragama Islam. Waktu sholat pasti diperhitungkan. Acara Psycamp tidak melanggar hak peserta yang paling asasi yaitu beribadah kepada Tuhan. Bagi yang ingin sholat diperkenankan, tidak dihalangi-halangi. Bahkan untuk Psycamp tahun ini, tim Advance sudah berencana untuk membuat mushola untuk memfasilitasi peserta untuk sholat. Sayangnya tidak ada kebutuhan yang mendesak untuk membuat Gereja, Pura atau Vihara. Jika memang dibutuhkan, maka panitia pasti akan berusaha untuk menyediakan. Dari hal initergambar secara jelas, bahwa Psycamp sesuai dengan nilai ke-Tauhid-an.

Kedua mengenai nilai Kemanusiaan. Acara Psycamp sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Tidak hanya melalui omongan, melainkan melalui tingkah laku nyata yang ditampilkan dan dapat disaksikan. Untuk saudara Akhyar dan teman-teman ketahui, dalam rangkaian acara Psycamp ada acara Bakti Sosial yang ditujukan kepada penduduk sekitar tempat acara Psycamp berlangsung. Dalam acara ini para peserta dan juga panitia berkesempatan untuk bersentuhan langsung dengan penduduk asli sekitar. Ada berbagai macam acara yang melibatkan peserta dan penduduk secara bersama-sama. Saya ingat kejadian Psycamp tahun kemarin, dimana saya dan peserta serta panitia bermain tarik-tambang bersama penduduk sekitar (Alhamdulillah kami menang ^_^). Keakraban dan keceriaaan terpancar disana. Menurut saya, hal ini mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan. Tolong betulkan bila saya salah mengartikan tentang nilai-nilai kemanusiaan.

Ketiga mengenai nilai-nilali demokrasi. Pada poin ini, saya sangat salut dengan konsep acara Psycamp yang sangat mengedepankan nilai-nilai ini. Untuk diketahui bersama, dalam acara Psycamp, tidak ada penggolongan berdasarkan strata. Baik S1, S2, Dosen Karyawan, Alumni, dan bahkan Manajer Kemahasiswaan pun melebur menjadi satu identitas yaitu civitas akademi F. Psikologi UI. Di acara Psycamp ini saya mendapati sebuah lingkungan dimana kita -yang dalam kesehariannya sebagai mahasiswa memiliki atribut yang melekat yang kadang menyulitkan untuk saling berkomunikasi dan bersosialisai- tidak lagi memperdulikan latar belakang angkatan, status dan berbagai macam atribut sosial lainnya. Sehingga saya merasakan bahwa semua peserta memiliki hak, kewajiban dan bahkan derajat yang sama. Tentunya tidak menafikkan masalah usia. Tidak serta merta orang yang sudah selayaknya menjadi bapak kita -seperti pakde Ibud, mas Aten dan mas Pur- kita perlakukan sama dengan teman-teman lainnya. Ada nuansa kebersamaan dibalut nilai-nilai kesopanan dalam pergaulan antar peserta Psycamp baik mahasiswa, alumni, Dosen maupun Karyawan. Sungguh sebuah hal yang tidak mungkin saya dapatkan dalam kehidupan keseharian saya sebagai mahasiswa.

Menurut penilaian saya, seharusnya acara Psycamp dapat menjadi sebuah acara wajib yang diikuti oleh seluruh mahasiswa, terutama mahasiswa baru. Karena dalam acara Psycamp ini kita berkesempatan untuk saling mengenal satu sama lainnya dengan melepaskan segala atribut sosial yang melekat dalam diri kita. Acara Psycamp ini dapat menjadi sebuah media penyesuaian diri bagi Maba. Setelah mengikuti alur acara penyesuaian diri di kampus yang berbau serius, Maba dapat menyesuaikan diri kembali dalam suasana yang santai. Acara yang menawarkan kebersamaan dibalut nilai-nilai kesopanan. Yang saya yakin, dalam situasi seperti ini, proses penyesuaian diri maba akan lebih efektif dan optimal. Saya mengharapkan adanya komentar mengenai pendapat saya barusan.

Melalui tulisan ini, sekali lagi saya tegaskan bahwa saya tidak bermaksud mendiskreditkan saudara Akhyar, atau siapapun yang merasa. Saya hanya bermaksud menyampaikan pandangan saya, bahwa acara Psycamp adalah sebuah acara yang berlandaskan nilai-nilai kebaikan. Seperti nilai-nilai ke-Tauhid-an, Kemanusiaan, Demokrasi, dan yang paling penting adalah nilai Kebersamaan dan Persaudaraan. Semoga tulisan ini dapat memberikan pemahaman yang benar kepada teman-teman yang belum tahu acara Psycamp ini seperti apa. Terutama kepada saudara Akhyar, seseorang yang mungkin akan memimpin kegiatan kemahasiswaan di Fak. Psikologi UI selama satu tahun ke depan bila terpilih nantinya. Semoga dengan tulisan ini, Anda tidak melakukan penilaian hanya berdasarkan asumsi. Karena keputusan dan kebijakan yang anda buat, bila terpilih tentu saja, mempengaruhi hajat hidup seluruh civitas akademi Fak. Psikologi Universitas Indonesia.

Psikologi UI tercinta . . . . .
YELL GUYS. . . .

Minggu, 16 November 2008

“Prang!”...

“Prang!”...

Gw yang lagi mau beranjak pulang dibingungkan oleh suara keributan yang ditimbulkan oleh bunyi botol pecah. Gw liat keadaan. Di depan mata gw, sekira 20 meter di depan, gw liat ada seorang anak yang jatuh tepat di depan mobil Cherio hitam. Tuh anak jatoh karena dikejar-kejar beberapa anak lainnya yang nyambi ngelemparin botol kearah tu anak. Tiga orang anak lainnya, yang kemungkinan sekelompok sama anak yang jatoh itu berusaha melarikan diri. Mereka berlari ke arah gw. Satu orang anak, mengalihkan tujuan, berlari agak melipir ke kanan. Karena ketakutan tu anak ga liat ada mobil di depanya dia. Walhasil tuh mobil ditabraknya. Baru kali iningeliat ada orang nabrak mobil. Biasanya kan sebaliknya.

Yang dua lagi bener-bener lari ke arah gw. Dari mukanya yang ketakutan gw menyimpulkan anak-anak ini adalah korban. Jadi gw kasih mereka jalan. Tapi takdir berkata sebaliknya, dua orang anak ini akhirnya ditangkep sama orang yang kebetulan ada di samping gw. Setau gw, ne orang emang jeger daerah pertokoan ini. Di yang megang parkiran. Tanpa banyak bicara, ne orang langsung mukulin anak-anak ini. Gw bingung. Melongo sambil memperhatikan kejadian.

“Gw yang dibotolin bang! Bukan gw yang salah!”...
“Tapi lo khan yang ribut barusan?! Dasar gembel lo!”... Bak, buk.
“Anak-anaknya Acul yang ngebotolin gw duluan bang”...
“Alaah, ga usah ngebacot lo. Udah mending lo cabut dari sini!”... bak, buk.
“Udah bang, biarin mereka pulang. Udah cukup!”... akhirnya gw angkat suara.
“Mendingan kita urusuin yang di sana, masih pada rame tuh”, gw ngasih saran untuk menuju tempat kejadian perkara yang sebenarnya. Di sebuah perempatan jalan, di depan sebuah Cherio hitam. Seorang anak yang tadi gw liat jatuh tepat di depan roda depan mobil itu, sekarang jadi bulan-bulanan beberapa oknum polisi tanpa seragam. Wajar aja banyak polisi di sini. Kelapa dua adalah markas sebuah satuan kepolisian yang kinerjanya mengatasi kerusuhan sudah terbukti. Aneh-aneh aja, cari ribut kok di kandang macan.

“Kamu nih, cari gara-gara aja di sini. Udah kuat apa?!”... bak, buk. Beberapa oknum menginterogasi bocah itu sambil menghadiahkan bogem mentah ke arah wajah itu bocah yang sudah berlumuran darah. Jeger yang tadi bareng gw, ikut-ikutan mukulin.
“Siapa yang salah?! Anak-anak gw yang dibotolin duluan ma Acul”, tuh bocah berusaha ngebantah.

Adegan pemukulan tadi masih berlanjut, di tengah-tengah jalan yang akhirnya makin macet. Gw jadi bingung sebenernya siapa yang salah. Ne bocah udah berlumuran darah, setau gw dia orang juga yang tadi hampir kelindes mobil sambil di lemparin botol sama beberapa anak lainnya. Penampilan ni bocah eksentrik banget. Tindikan hampir menutupi seluruh muka. Baju “nyetreet” abis. Celana pensil menggantung di atas mata kaki. Rambut di cet dengan warna ga jelas apaan. Setau gw dia orang emang pengamen yang biasa mangkal di prapatan Gundar ini.

Dengan muka kesel, ne anak beranjak untuk pulang. Menjauh dari keramaian orang-orang yang dari tadi mukulin dia. Sambil melontarkan caci maki dan umpatan ke arah orang-orang tersebut.
“Anjrit lo semua, liat aja, gw ingetin muka lo semua atu-atu. Gw, Abel, bakal balik lagi”
Mendengar bocah ini masih sesumbar, para oknum yang tadi sudah merelakan anak ini untuk pulang, kembali mengejar dan memukuli lagi, dan lagi. Hebatnya, anak ini, yang mengaku bernama Abel, tetap bergeming pada saat dipukuli. Kuat banget ne anak, begitu batin gw.
“Udah lo mending pulang aja sekarang”... sebuah suara yang gw ga tau punya siapa menyuruh Abel untuk segera beranjak dari keributan ini.
“Dari tadi gw juga udah pengen pulang. Lo-lo pada aja yang an***g masih mukulin”... rupanya api kemarahan masih menyala di dada ini bocah. Hebat
“Yeee ne anak!”.. bak, buk... lagi-lagi pukulan dan bahkan tendangan diarahkan oleh beberapa orang ke tubuh Abel. Gw sempet liat beberapa orang yang baru saja bergabung, yang ga tau masalahnya apaan, tidak mau melewatkan kesempatan untuk latihan tinju. Badan Abel udah kayak samsak aja rasanya.

Karena gw makin bingung ama apa yang terjadi, dan ga mau makin bingung lagi, gw putuskan untuk menjernihkan keadaan. Dengan dalih membuat kemacetan, beberapa oknum polisi tadi gw minta untuk menyingkir dari jalanan. Dan untuk Abel, tentu saja gw suruh pulang. Gw ga berani untuk menyatakan bahwa memukuli Abel itu salah, karena gw emang ga tau duduk perkaranya, cuma asumsi gw aja yang mengira kalo Abel pasti korban. Lha wong dia masih aja berani berkoar membela diri, padahal jelas-jelas resikonya mukanya makin ancur. Kalo dia salah, menurut gw sich dia ga akan berani kaya gini. Alesan lain adalah gw takut, bisa-bisa gw dikeroyok sama orang-orang tersebut. Jadilah alesan kemacetan gw ajukan. Untungnya orang-orang ini sepakat sama gw. Walhasil redalah keributan tersebut. Abel pun berjalan pulang.

Adegan terakhir dari kejadian ini sangat mengharukan. Acul yang dari tadi di sebut-sebut Abel, akhirnya menghampiri Abel yang udah berjalan agak jauh dari kerumunan orang yang mukulin dia tadi.
“Kok jadi gini sich Bel?”... Acul buka suara duluan.
“Harusnya gw yang nanya Cul, ngapain lo ngebotolin anak-anak gw duluan?!”... Abel turut beromentar.
“Ya udahlah Bel, kita damai aja yach. Mendingan lo pulang. Bersihin luka-luka lo itu ya fren. Maafin gw yach”... Acul ngomong gitu ke Abel sambil menangkupkan kedua tangan di depan muka, tanda permohonan maaf. Kejadian selanjutnya Acul merangkul Abel dan mencium kepala Abel kayak ungkapan rasa sayang. Hal ini mudah untuk dilakukan mengingat tinggi Abel hanya sebatas pundak Acul. Gw agak terharu ngeliat pemandangan barusan. Akhirnya mereka berdua berpelukan. Lalu Abel pun berpamitan untuk pulang. Selang beberapa detik kemudian, sosok Abel udah ga ketangkep penglihatan gw. Gw cuma bisa liat Acul berjalan dengan gagahnya menuju ke arah jalan Raya Bogor. Melewati kerumunan oknum-oknum tadi, menundukkan sedikit kepala sambil pamit pulang.

Sekedar informasi, adegan mereka berdua ini terjadi di tengah-tengah jalan Akses UI, Kelapa Dua arah jalan Raya Bogor. Udah bisa ditebak dong, kalo aksi dari mereka berdua ini menyebabkan kemacetan.

Karena gw pikir masalah udah kelar, gw beranjak pulang. Motor gw starter dan gw lajukan pelan-pelan melewati kerumunan orang-orang tadi. Obrolan mereka sedikit terdengar, beberapa orang sedang menjelaskan duduk perkaranya, beberapa yang lain menyatakan pendapatnya. Gw ga mau ambil pusing, motor tetap gw lajukan perlahan. Lewat prapatan gundar, sehabis lampu merah, gw liat Acul berjalan dengan gerombolannya. Karena motor masih pelan, obrolan mereka bisa gw dengar.

“Lo liat khan tadi muka Abel yang bengep? Biar rasa tuh anak. Ha ha ha”.. Acul dengan jumawanya berbicara kepada beberapa anak lain yang keliatan lebih muda dari dia. Gw geleng-geleng kepala. Motor pun akhirnya gw ajukan makin kencang. Menuju rumah.

Kisah ini benar-benar terjadi pada hari Sabtu 15 November 2008, sekitar jam 7 malam. Dialog didalamnya tidak seperti bagaimana adanya. Sudah gw sadur berdasarkan pemahaman gw pribadi, tapi berlandaskan kejadian yang sebenarnya. Saat menulis kisah ini pun gw geleng-geleng kepala.

Laki-laki yang memaki hari

Kupijakkan kaki di sebuah ruang tempat para cendikia melacurkan diri
Barang dagangan abad 21, jaminan mutu tentu
Dibiakkan oleh kerelaan jelata menyisihkan keringat
Jelata yang menjerit, didekat telinga yang tersumbat

Kulirikkan mata mencari asal suara
Ternyata berasal dari jubah bersulam permata di sebelah kanan dada
Simbol perjuangan
Perjuangan mempertahankan kondisi pasar dan dagangan

Aku, laki-laki yang memaki hari
Dengan seribu umpatan berloncatan keluar dari celah antara dua bibir
Kenapa???
Kaubiarkan semua terjadi, dibawah pandangan matamu yang kan hilang berganti malam

Aku, laki-laki yang salahkan malam
Yang melaksanakan tugasnya dengan tanpa ada sedikitpun keraguan
Menggantikan siang saat masalah belum terselesaikan
Ah, alamat masalah kan terulang

Aku, laki-laki yang menundukkan kepala
Sebentar kemudian mengheningkan cipta
Bermunajat
Berdo’a

Aku, laki-laki yang percaya Tuhan
Tak lagi kugunakan perasaan
Mencari pembenaran untuk membela kebenaran
Hanya bermodalkan sebuah keyakinan

Aku, laki-laki yang menyeru
Kepada semua yang takkan mendengar
Lubang kuping tersumbat benda tebal
Tumpulkan pikiran dan rasa kepedulian

Aku, laki-laki yang menyadari
Sebatas ini daya yang kupunya
Kan kurangkai sebuah cerita

Aku, laki-laki
Aku, takkan lari
Aku, berjuang sendiri
Aku, laki-laki

1 November 2008, Pukul 18:36 WIB

Saat rasa sayang lo ke seseorang mengharuskan lo untuk menjauhinya. Apa yang lo lakukan?

Ketika kasih sayang tulus yang berusaha lo berikan ke dia malah menyakitinya, masihkah lo berusaha untuk memberikannya?

Dimana ada keadaan yang memaksa lo untuk berpura-pura tak ada lagi dia dalam pikiran, perasaan, tindakan, dan kehidupan lo, gimana cara nyikapinnya?

-----------

Saat ini gw bertanya, karena emang gw ga tau jawabnya.

Ketika ada yang memberikan jawaban, kata tidak pasti gw ucapkan.

Dimana ada kemauan pasti ada jalan. Berarti udah ga ada jalan buat gw, karena mau aja ga gw punya.

Minggu, 02 November 2008

Jam sudah menunjukkan angka 17:20 WIB. Kerja kelompok yg seyogyanya dimulai pukul 12:30 WIB, sampai saat ini belum dimulai juga.

Hujan deras yg mengguyur kawasan depok dan sekitarnya, membuat teman2 sekelompok terjebak di tempat nyaman masing2 tanpa bisa bergerak menuju tempat yg dijanjikan. Sudah lama menunggu, alamat menunggu tanpa tahu waktu. ahh.. Kalau begini caranya, lebih baik kerjakan sendiri saja.

dibuat di sebuah tempat yg seharusnya melenakan tubuh untuk terus duduk, namun menunggu sebuah hal yg tak tentu membuat tempat ini seakan mengusirku.