Rabu, 06 Agustus 2008

Indonesia = Jawa (jawaban dari Awe)

Menanggapi post gw mengenai karakter Orang Indonesia = Jawa,
Seorang kawan Gw memberi jawaban seperti ini.

Statistik dari sebuah survey (entah valid entah tidak) bilang kalo rata-rata orang Indonesia hanya pernah mengunjungi 2,2 provinsi seumur hidupnya...

Karena pulau jawa adalah pulau paling padat penduduk di planet bumi, ditinggali sekitar 60% penduduk Indonesia dan jumlah provinsinya ada lebih dari tiga sekarang, wajar-wajar aja kalo kultur dan paradigma berpikir mayoritas rakyat Indonesia adalah jawa-sentris...

Kultur orang Jawa pada umumnya adalah penekanan pada self-sustenance atau berdikari, kalau makan cukup, tempat tinggal ada dan bisa pakai baju sekadarnya ia (atau mayoritas orang jawa) sudah merasa cukup dalam hidup. Dalam hubungan kekerabatan pun meminta-minta kepada saudara yang berlebih pun dianggap sebagai memalukan dan dihindari (ini mungkin berbeda dengan kultur suku lain). Karena itu emigrasi dan transmigrasi ke luar pulau Jawa tidak terjadi dalam jumlah besar sebelum hindia timur kedatangan penjajah dari Eropa. Salah satunya adalah Belanda yang mencanangkan transmigrasi tenaga perkebunan/pertanian besar-besaran keluar Jawa lewat point ketiga dalam politik etis.

Namun, ini adalah paradigma berpikir mayoritas rakyat jawa yang mayoritas juga secara kultur melihat dirinya dalam kacamata perspektif 'abdi raja' atau mungkin sekarang 'abdi' figur-figur tertentu dari mulai kiyai, tokoh partai, lurah, atau bahkan kepala preman. Sejarah mencatat bahwa dinamika nusantara justru ditentukan oleh minoritas penguasa Jawa yang malah pernah punya visi sangat besar buat mempersatukan asia tenggara di bawah bendera majapahit. Visi ini kemudian masih berlanjut pada masa-masa kerajaan sesudahnya seperti Singasari dan Mataram yang justru membawa benih perpecahan dan konflik akibat pengejaran terhadap kekuasaan sebesar-besarnya.

Dalam perspektif kepulauan, self sustenance yang dianut mayoritas orang Jawa ternyata punya penjelasan saintifik. Dalam sebuah essay dlm buku 'Di Bawah Bendera Revolusi' jilid 1, Soekarno pernah bilang kalau nasionalisme mikro atau kecintaan akan kampung halaman adalah hal mendasar yang dimiliki setiap manusia di dunia apabila kampung halamannya mampu menyediakan sumber daya alam dan penghidupan yang layak baginya. Emigrasi, transmigrasi atau bahkan penjajahan di seluruh dunia sepanjang sejarah ternyata didorong oleh fakta bahwa kampung halaman tidak lagi mampu menyediakan penghidupan yang cukup. Dalam kasus pulau Jawa, overbevolking (overpopulation) yang dipikul oleh pulau Jawa ternyata bukanlah sebuah masalah yang secara materiil menjadi sebab dan faktor berpindahnya rakyat Jawa mencari penghidupan di pulau lain. Overbevolking di pulau Jawa ternyata diimbangi oleh kemampuan tanahnya yang subur untuk memberikan penghidupan.

Namun basis material ternyata tidak juga mampu menjelaskan dinamika sejarah manusia (sebuah anti-tesis terhadap materialisme karl marx). Perubahan kultur dan budaya akibat media dan pergaulan global (sebuah penyebab non-materiil) ternyata juga menyebabkan terjadinya perpindahan penduduk. Ini berlaku bagi daerah2 nusantara dengan pelabuhan yang besar dan kultur maritim. Interaksi dengan manusia dari berbagai kebudayaan dan pemikiran ternyata juga dapat menjadi pendorong munculnya hasrat akan eksplorasi dan pengejaran materil di luar kampung halaman. Ini adalah keterbatasan nasionalisme yang berlaku tidak hanya bagi kepulauan Indonesia namun juga dunia secara keseluruhan. Hubbul Wathon atau cinta tanah air dalam filsafat Islam memiliki batasan periodenya sendiri ketika cita-cita masyarakat tauhid (satu kelas masyarakat) yang madani sudah memiliki basis struktur untuk diperjuangkan. Konsep lintas suku-budaya- negara ini juga menjadi dasar prinsip internasionalisme dalam marxisme yang mungkin sebenarnya hanya dicontek oleh Marx dari Quran.

Dalam essay pertamanya di DBR jilid 1, Soekarno mengangkat nasionalisme-agama dan komunisme atau nasakom. Dengan kalimat-kalimat hiperbolik Soekarno melukiskan persatuan ketiganya sebagai sebuah gelombang maha dahsyat yang sebenarnya dapat bersatu dan memerdekakan Indonesia tercinta dari segala bentuk penjajahan. Soekarno juga dengan jeli menyatakan bahwa musuh utama rakyat Indonesia adalah keterpecahbelahan dan sekutu utamanya adalah persatuan. Namun Soekarno juga berujar bahwa 'ratu adil' , 'cokroaminoto' atau 'erucakra' yang akan membawa persatuan dalam segenap rakyat Indonesia belumlah ada wujudnya.

Dengan mengangkat wacana ini dan menjelaskan segi-segi filosofi dan ilmiahnya dalam nasakom, secara tidak sadar Soekarno sendiri menempatkan dirinya sebagai kontestan pertama penggenap ramalan ratu adil ini. Namun sejarah juga telah menunjukkan kegagalan ambisi Soekarno melawan dunia yang pada waktu itu dengan sangat hebat menjaga kekerdilan Indonesia. Ini adalah sekali lagi sebuah kegagalan 'Jawa' dalam visi-misinya yang begitu besar.

Dalam hal ini, orang-orang Jawa masih harus banyak belajar dari kultur dan pemikiran suku dan etnis lain di kepulauan Indonesia yang kesemuanya menyimpan pelajaran yang tiada tara nilainya.


Dipa Nusantara Muhammad Erucakra

Tidak ada komentar: